Menjadi imam shalat
jamaah merupakan tugas mulia. Sebab, imam dalam shalat jamaah adalah
individu yang memimpin orang banyak dalam menjalankan ibadah paling
agung dalam Islam. Apalagi, jika di samping menjadi imam, ia juga
memberikan nasihat, pengajaran, dan peringatan kepada jamaahnya. Berapa
banyak orang yang tersadarkan dari kesesatannya dan menyesal atas segala
kelalaiannya .
Di samping tugas mulia, menjadi imam shalat jamaah juga merupakan
tanggung jawab besar. Imam tak hanya mesti memiliki keahlian membaca
Alquran dan ilmu tentang shalat. Ia pun dituntut mempunyai sifat dan
akhlak sebagai panutan jamaahnya. Karena itu, seharusnya yang menjadi
imam shalat jamaah adalah mereka yang berilmu, wara, benar bacaan, dan
banyak hafaln surah Alqurannya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Seorang imam
adalah penjamin (pelaksanaan shalat) dan muazin adalah orang yang
diberikan kepercayaan untuk menjaganya. Ya Allah tunjukilah para imam
dan berilah ampunan untuk para muazin.” (HR Abu Daud, Ahmad, al-Baihaqi,
Tirmizi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).
Para ulama menjelaskan, maksud dari penjamin dalam hadis di atas,
seorang imam wajib menjaga shalat makmumnya agar tidak batal, menjaga
rakaat shalatnya serta tidak buru-buru dalam shalatnya yang merusak
rukun shalat. Hal itu juga berarti imam memikul bacaan bagi makmum dalam
shalat jahr dan juga memikul beban bacaan al-Fatihah bagi makmum yang
masbuk.
Karena itulah Rasulullah menjelaskan siapa yang paling berhak menjadi
imam shalat jamaah. Dari Abu Mas’ud al-Anshari ia berkata, Rasulullah
bersabda, “Yang (paling berhak) menjadi imam pada satu kaum adalah yang
paling baik dan banyak hafalannya terhadap Alquran. Jika mereka sama di
dalam bacaan (hafalan), maka yang paling berilmu terhadap Sunah. Jika
mereka sama di dalam Sunah, yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka
sama di dalam hijrah, yang paling dahulu masuk Islam (di dalam riwayat
lain: yang paling tua umurnya). Seorang laki-laki janganlah menjadi imam
di dalam wilayah kekuasaan laki-laki lain, dan janganlah dia duduk di
atas permadani/tempat duduk khususnya di dalam rumah orang itu, kecuali
dengan izinnya.’’ (HR Muslim).
Seharusnya, para imam menjadikan Rasulullah sebagai teladan.
Rasulullah selalu memperhatikan keadaan dan kondisi para jamaahnya dalam
memanjangkan atau memendekkan bacaann ketika menjadi imam.
Memperhatikan jamaah yang masih kecil dan orang tua, wajahnya selalu
dihiasi senyuman, menghormati dan menghargai setiap jamaahnya, selalu
memberikan nasihat kebaikan.
Bahkan, Rasul marah kepada imam yang membaca terlalu panjang, sehingga menyebabkan jamaah tidak mau melakukan shalat berjamaah
.Seorang imam hakikatnya adalah miniatur kepemimpinan umat di luar
shalatnya. Ia harus mampu menunjukkan kualitas kepemimpinannya sehingga
para jamaah menghormati, menghargai, dan mencintainya.
Tentu hal itu dapat dicapai jika imam memiliki sifat dan akhlak mulia
dan mampu menerapkan nilai-nilai shalat dalam kehidupannya. Tidak
sepatutnya seorang imam memaksakan mazhab yang diikutinya jika berada
dalam lingkungan bermazhab yang dibenar akidah ahlussunah wal jamaah.
Dari Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Ada tiga
golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka, yaitu
budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada
tuannya, istri yang bermalam dalam keadaan suaminya marah terhadapnya,
dan seseorang yang mengimami suatu kaum dalam keadaan mereka tidak suka
kepadanya.” (HR Tirmizi, Thabrani dan Baihaqi).
No comments:
Post a Comment