Monday, 25 July 2016

UPAH KERJA di HARI JUMAT


Di zaman dahulu, ketika syekh Malik bin Dinar masih hidup, ada dua orang majusi yang bersaudara. Yang satu telah menyembah api selama 73 tahun. Adiknya telah menyembah api selama 35 tahun.

Suatu hari, si adik berkata kepada kakaknya, “Kak, kita telah menyembah api puluhan tahun. Mari kita uji dia. Kalau dia membakar kita seperti membakar orang-orang lain, kita akan berhenti menyembah dia. Kalau tidak, kita akan menyembahnya sampai kita mati.” Mendengar ucapan adiknya, si kakak menyatakan setuju.
Mereka kemudian menyalakan api. “Siapa yang akan menaruh tangan di api duluan, kamu atau aku?” tanya si adik.
“Kamu saja dulu,” jawab si kakak.
Si adik lalu menaruh tangannya pada api. Spontan,  dia menarik tangannya yang jelas telah terbakar. ”Sialan!” umpatnya. “Aku telah menyembah kamu sejak tahun sekian, tapi kamu masih menyakitiku.”
Lalu dia berkata pada kakaknya, ”Kak, mari kita tinggalkan dia.”
“Tidak, aku tidak akan meninggalkannya,” jawab si kakak.
Si adik pergi dan mengajak seluruh keluarganya menuju rumah Syekh Malik bin Dinar. Kala itu Malik sedang duduk memberi wejangan. Si adik menuturkan seluruh ceritanya dan menyatakan masuk Islam di hadapan Syekh Malik. Mendengar ini, seluruh hadirin menangis karena bahagia.
Malik kemudian berkata padanya, “Duduklah bersama para jamaah. Aku akan mengumpulkan uang dari jamaahku ini.”
“Tidak. Aku tidak akan menjual agama dengan dunia,” jawab lelaki itu.
Dia pun lalu pergi bersama keluarganya dan menemukan sebuah rumah yang ditinggalkan penghuninya. Mereka tinggal di rumah itu. Ketika malam tiba, dia beribadah kepada Allah khusyuk sekali.
Esok paginya, si istri berkata kepada suaminya, “Pergilah ke pasar dan carilah kerja. Belilah makanan dari hasil kerjamu.”
Lelaki itu pun pergi ke pasar, tapi ternyata tak seorang pun mau menggunakan tenaganya. Dia berkata pada dirinya, “Aku akan bekerja pada Allah.”
Dia kemudian pergi ke masjid dan beribadah di situ hingga malam hari. Setelah selesai, dia pulang dengan tangan hampa. “Apakah kamu tidak mendapatkan sesuatu?” tanya istrinya.
“Aku bekerja hari ini dan akan menerima upahku besok,” jawabnya. Malam itu seluruh anggota keluarga tidur dengan perut lapar.
Ketika pagi tiba, lelaki itu kembali pergi ke pasar. Kali ini pun ternyata dia gagal lagi mendapat pekerjaan. Dia pergi ke masjid dan bekerja pada Allah. Kemudian dia pulang dengan tangan kosong. Istrinya bertanya seperti kemarin, dan lelaki itu menjawab dengan jawaban yang sama. Seluruh keluarga kembali melewatkan malam dengan perut lapar.
Ketika hari Jumat tiba, dia kembali meninggalkan rumahnya menuju pasar. Lagi-lagi ia tidak mendapat pekerjaan. Seperti hari-hari sebelumnya, ia kembali pergi ke masjid dan melaksanakan shalat Jumat. Usai shalat Jumat, dia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi dan berdoa dengan khusyuk. “Tuhan, dengan kemuliaan agama ini dan kemuliaan hari ini, hapuskanlah dari hatiku kesedihan karena urusan nafkah keluargaku. Tuhan, sungguh aku malu pada mereka. Aku khawatir mereka akan kembali ke agama kakakku  gara-gara kelaparan yang mendera mereka,” katanya menghiba.
Pada saat yang sama, ketika waktu zhuhur menjelang, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Ternyata yang datang adalah seorang pemuda yang ganteng. Di tangannya terlihat nampan yang terbuat dari emas. Nampan itu ditutupi dengan sapu tangan. Kepada istri laki-laki itu dia berkata, “Ambillah ini dan katakan pada suamimu, ‘Ini adalah upah kerjamu pada Allah di hari Jumat. Amal yang sedikit di hari ini adalah banyak upahnya menurut Allah’,” kata pemuda itu sambil menyodorkan nampan dan bergegas pergi.
Ketika istrinya membuka tutup nampan tadi, ternyata di dalamnya terdapat 1.000 dinar. Dia mengambil satu dan membawanya ke tempat penukaran uang. Penukar uang menimbang dinar tersebut, dan ternyata berat timbangannya dua kali lipat dinar pada umumnya.
Setelah menunaikan shalat Jumat, si suami pulang dengan tangan hampa. Dia membungkus debu dengan sapu tangannya. “Kalau istriku bertanya, aku akan bilang bahwa aku telah bekerja dan mendapat upah tepung,” katanya dalam hati.
Ketika dia sampai di depan pintu rumah, dia mencium bau masakan. Ini membuat dia menjadi malu. Dia menaruh sapu tangan berisi debu tadi di luar rumah agar si istri tidak tahu. Dia terheran-heran melihat sang istri memasak masakan. Ketika dia mendengar ceritera istrinya tentang apa yang telah terjadi, dia pun tersungkur dalam sujud…
“Apa yang kamu bawa di dalam sapu tangan itu?” tanya istrinya.
“Kamu tak usah tanyakan itu,” jawab sang suami malu.
Namun istrinya berkeras membuka bungkusan tadi. Ternyata… debu di dalamnya telah berubah menjadi tepung dengan izin Allah dan berkat kemuliaan hari Jumat. Lelaki itu kembali tersungkur dalam sujud panjang! Hamid Ahmad…(*)

No comments:

Post a Comment