Laman

Monday, 25 May 2020

Kisah-Kisah Tentang Memutus Hubungan Silaturrahim


Kurang Baik Terhadap Saudara Perempuan

Salah seorang pedagang pasa mengalami kebangkrutan. Dia mencurahkan hatinya kepada sahabatnya dan mengeluhkan kondisinya yang tidak bagus. Pada saat itu juga Syeikh Rajab Ali Khayyat lewat di depan tokonya. Sahabatnya berkata, “Sampaikan kesulitanmu pada beliau.” itu berkata, “Aku tidak mengenalnya.”
Pada akhirnya atas dorongan sahabatnya, dia menemui Syeikh Rajab Ali dan mengucapkan salam, kemudian berkata, “Saya punya masalah dan ingin saya sampaikan kepada Anda.”
Setelah sang pedagang menceritakan masalahnya, Syeikh berkata dalam kondisi kepalanya menghadap ke bawah, “Engkau adalah orang yang tidak punya kasih sayang. Sudah empat bulan suami saudara perempuanmu telah meninggal dunia dan engkau sampai saat ini tidak mendatangi saudaramu dan anak-anaknya. Dari sinilah kesulitanmu muncul.”
Sang pedagang berkata, “Kami ada perselisihan.”
Syeikh berkata, “Di sanalah akar kesulitanmu. Sekarang ketahuilah!”
Sang pedagang kembali kepada sahabatnya dan menceritakan apa yang terjadi.
Kemudian dia membeli barang-barang keperluan rumah dan pergi ke rumah saudara perempuannya dan berdamai dengannya dan kesulitannya menjadi beres. (Kimia-ye Mahabbat, hal 134)
Memutuskan Hubungan Silaturrahim Memendekkan Umur
Ya’qub Maghribi datang menemui Imam Musa bin Jakfar as. Imam Musa berkata kepadanya, “Di tempat peristirahatan tertentu engkau berkelahi dengan saudara lelakimu dan kalian berdua berpisah dan kalian saling mengucapkan kata-kata permusuhan. Hal ini bukan dari agamaku juga bukan dari agama ayahku. Takutlah kepada Allah. Sesungguhnya perbuatan kalian ini akan berakibat pada sebuah perpisahan dan kematian dan saudara lelakimu dan dia akan mati di dalam perjalanan ini dan engkau akan menyesali perbuatanmu.
Ya’qub berkata, “Kapan kematianku akan sampai?”
Imam Musa as berkata, “Kematianmu juga telah sampai, hanya saja di tempat peristirahatan lainnya engkau telah melakukan silaturrahim pada bibimu [saudara perempuan ayahmu], maka umurmu telah diundur sampai dua puluh (tahun atau bulan) [fasida fi ajalikan ‘siyruna].”
Tapi saudaranya meninggal dunia di tengah perjalanan safar sebelum sampai ke kampungnya dan bertemu dengan keluarganya dan dikuburkan di dalam perjalanan safar.
Pemutus Hubungan Silaturrahim Tidak Akan Melewati Shirat
Abu Dzar mengatakan, Saya mendengar Rasulullah Saw berkata, “Shirat [jembatan yang ada di atas neraka Jahannam dan pada Hari Kiamat semuanya akan melewatinya] kedua arahnya adalah rahim dan amanat. Setiap kali orang yang melakukan silaturrahim dan beramanat melewatinya, maka dia akan berhasil dengan selamat dan sampai ke surga. Setiap kali pengkhianat dan pemutus hubungan silaturrahim melewatinya, maka karena dua dosa inilah, dia tidak akan mendapatkan keuntungan sama sekali dan shirat akan bergerak dan akan menjatuhkannya ke tengah-tengah kobaran api neraka. (Terjemah Jamius Saadat, jilid 2, hal 343)
Ampunan Imam Shadiq as Kepada Hasan Afthas
Ketika Imam Shadiq as mendekati ajalnya, beliau berwasiat agar memberikan uang tujuh puluh dinar kepada anak pamannya; Hasan Afthas.
Dikatakan kepada beliau, “Apakah Anda akan memberikan sesuatu kepada orang yang menyerang Anda dengan pedang?”
Imam Shadiq as berkata, “Aku ingin termasuk orang yang disebut oleh Allah tentang mereka “dan orang-orang yang menyambung sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah untuk menyambungnya”. Sesungguhnya Allah telah menciptakan surga dan mensucikannya serta membuatnya harus dimana baunya bisa dicium dalam jarak dua ribu tahun. Tapi orang yang durhaka terhadap kedua ayah dan ibu dan orang yang memutuskan hubungan silaturrahim tidak akan mendapatkannya.” (Biharul Anwar, jilid 74, hal 97)
Amal Yang Paling Buruk Di Sisi Allah
Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Saw, “Amal yang manakah yang paling buruk dan paling dibenci oleh Allah?”
Beliau berkata, “Menyekutukan Allah.”
Lelaki tersebut berkata, “Setelah itu apa?”
Beliau berkata, “Memutus hubungan silaturrahim.”
Lelaki tersebut berkata, “Setelah itu apa?”
Beliau berkata, “Menuyuruh pada kemungkaran dan melarang kebaikan.” (Gonahan-e Kabireh, jilid 1, hal 158)
Pemutus Hubungan Silaturrahim Jauh Dari Rahmat Allah
Abdullah bin Sanan berkata, “Saya berkata kepada Imam Shadiq as, “Saya punya anak paman [sepupu]. Saya melakukan silaturrahim kepadanya. Namun dia memutuskannya. Lalu saya menyambung silaturrahim lagi, tapi dia memutuskannya. Akhirnya saya juga ingin memutuskannya karena sikapnya ini.”
Imam Shadiq as berkata, “Bila engkau tidak memutuskan hubungan silaturrahim dengannya, boleh jadi dia akan malu dan tidak akan memutuskannya lagi. Maka Allah akan menyambungkan rahmat-Nya kepadamu dan kepada anak pamanmu. Apabila dia tetap memustukan hubungan silaturrahimnya dan engkau juga memutuskannya, maka Allah akan memutuskan rahmat-Nya dari kalian berdua. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Hak Keluarga 

Wednesday, 6 May 2020

Kezaliman ke Sesama Bisa Habiskan Pahala Puasa

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Amal-amal shalih kita di Ramadhan wajib dijaga. Karena pahala amal bisa terhapus setelah sebelumnya dicatat untuk pelakunya. Simpanan pahala bisa terkuras akibat kezaliman kepada sesama. Kewajiban seseorang setelah beramal shalih dengan ikhlas dan benar adalah menjaga amal-amal terebut.
Kufur dan syirik sesudah beramal shalih akan menghapuskan amal shalih tersebut secara keseluruhan. Bahkan keduanya merusak iman dan tauhid seseorang sehingga neraka menjadi tempat kembalinya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 65)
Kezaliman terhadap sesama juga bisa menguras pahala ibadah dan amal shalih seseorang. Tidak langsung menghabiskan amal secara keseluruhan sebagaimana kufur dan syirik. Namun jika kezalimannya sebanyak simpanan pahalanya, ia akan menjadi pailit atau bangrut. Apalagi kalau melebihinya, setelah habis pahala untuk diberikan ke orang yang dizalimi, dosa-dosa orang itu akan dipikulkan kepadanya –kita berlindung kepada Allah dari bernasib demikian-.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
"Barangsiapa yang pernah menzalimi saudaranya dari kehormatan atau sesuatu (miliknya) hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman itu pada hari ini, sebelum datang hari kiamat yang saat itu tidak ada manfaatnya lagi dinar dan dirham, jika ia mempunyai amal shalih maka akan diambil sekadar dengan kezalimannya, dan jika tidak memiliki kebaikan maka keburukan saudaranya akan diambil dan dibebankan kepadanya." (HR. Al-Bukhari dan lainnya)
Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang orang yang bangrut atau pailit di hari kiamat,
إنَّ المُفْلسَ مِنْ أُمَّتي مَنْ يأتي يَومَ القيامَةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزَكاةٍ ، ويأتي وقَدْ شَتَمَ هَذَا ، وقَذَفَ هَذَا ، وَأَكَلَ مالَ هَذَا ، وسَفَكَ دَمَ هَذَا ، وَضَرَبَ هَذَا ، فيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ ، وهَذَا مِنْ حَسناتهِ ، فإنْ فَنِيَتْ حَسَناتُه قَبْل أنْ يُقضى مَا عَلَيهِ ، أُخِذَ منْ خَطَاياهُم فَطُرِحَتْ عَلَيهِ ، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ
Sesungguhnya Al-Muflis (orang yang bangrut) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat. Dana datang pula bawa dosa mencaci dan menuduh ngawur (fitnah) orang lain, makan harta orang lain, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Setelah selesai mengerjakam amal Ramadhan yang bersifat ritual kepada Allah, kita tertuntut untuk berbuat baik kepada sesama. Yakni berusaha memberikan kebaikan ke orang lain dengan lisan, sikap, perbuatan, dan bantuan harta. Bersamaan dengan itu,kita juga harus menghindarkan diri dari mezalimi (menyakiti) orang lain dengan lisan, sikap, dan perbuatan. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]