Laman

Saturday, 29 February 2020

Baca Doa Ini Sebelum Pergi Ke Masjid, Niscaya 70.000 Malaikat Akan Memintakan Ampun Untukmu


Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ibu Majah, ada suatu doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, yang mana jika doa ini dibaca sekali saja maka para malaikat akan memnintakan ampun baginya. Berikut adalah terjemahan teks lengkap sanad beserta matan hadits yang dimaksud.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa'id bin Yazid bin Ibrahim At Tustari berkata, telah menceritakan kepada kami Al Fadhlu Ibnul Muwaffaq Abu Al Jahm berkata, telah menceritakan kepada kami Fudlail bin Marzuq dari Athiyyah dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa berjalan menuju masjid lalu mengucapkan;



اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِينَ عَلَيْكَ وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلَا بَطَرًا وَلَا رِيَاءً وَلَا سُمْعَةً وَخَرَجْتُ اتِّقَاءَ سُخْطِكَ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيذَنِي مِنْ النَّارِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ;

ALLAHUMMA INNI AS`ALUKA BI HAQQIS SA`ILIIN 'ALAIKA WA AS`ALUKA BI HAQQI MAMSYAAYA HADZA FA INNI LAM AKHRUJ ASYARAN WA LAA BATHARAN WA LAA RIYA`AN WA LAA SUM'ATAN WA KHARAJTU ITTIQA`A SUKHTHIKA WABTIGHA`A MARDLATIKA FA AS`ALUKA AN TU'IDZANI MINANNAR WA AN TAGHFIRALI DZUNUBI INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUBA ILLA ANTA

(Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan hak peminta kepada-Mu, dan aku juga meminta dengan hak jalanku ini. Sesungguhnya aku keluar bukan untuk keburukan, bukan untuk kesombongan, bukan untuk riya dan bukan untuk dipuji. Aku keluar agar terhindar dari murka-Mu dan mengharap ridla-Mu. Maka, aku meminta agar Engkau melindungiku dari siksa neraka dan mengampuni dosaku, sebab tidak ada yang mengampuni dosa selain-Mu),
Maka Allah akan menerimanya dengan wajah-Nya, Dan 70.000 malaikat juga akan memintakan ampunan untuknya." (HR Ibnu Majah)

Sumber: Sunan Ibnu Majah Kitab Al Masjid Wa Al Jama'ah.


Thursday, 27 February 2020

11 Amalan dan Keutamaan Bulan Rajab Menurut Habib Umar bin Hafidz

Bulan Rajab adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Di dalamnya banyak keutamaan yang sayang jika dilewatkan. Maka sebagai Muslim, hendaknya untuk tidak menyia-nyiakan keutamaan bulan yang sangat mulia ini.
Menurut Habib Umar bin Hafidz, dikutip dari akun Instagram @habibumar_indonesia, Selasa (25/2/2020) ada 11 keutamaan bulan Rajab serta amalan yang hendaknya dilakukan:
Pertama:
كثرة الاستغفار وتحقيق التوبة النصوح
Perbanyak membaca Istighfar dan bertaubat dengan sebenar benarnya taubat.
Kedua:
العزم الصادق في الإقبال على الله بفعل الطاعات، وترك المعاصي والمخالفات.
Kesungguhan di dalam mengejar ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksanakan ketaatan, dan meninggalkan kemaksiatan yang dilarang Allah.
Ketiga:
النظر في أحواله وإصلاحها وإقامتها على منهج المتابعة للنبي محمد صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم
Menginterospeksi keadaan dirinya kemudian memperbaikinya serta membangun kehidupannya di atas peneladanan Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa ala alihi wa sohbihi wa sallam.
Keempat:
تفقُّد شأنه في الفرائض وكيفية أدائها وسننها ورواتبها وحضور القلب فيها.
Memperhatikan keadaan dirinya dalam menjalankan kewajiban yang Allah wajibkan kepadanya secara detail dan di dalam menjalankan sunnah-sunnah serta rawatib, dan memperhatikan kehadiran hatinya di dalam menjalankan semua itu.
Kelima:
الحرص على الصف الأول في الجماعة، والحرص على التكبيرة الأولى مع الإمام فلا تفوته.
Berusaha untuk selalu shalat berjamaah di shaf pertama dan berusaha untuk selalu mendapatkan takbiratul ihram setelah imam.
Keenam:
أن يتفقد نفسه في القرآن ونصيبه من تلاوته وتدبره، والحرص على العمل بما فيه.
Hendaknya memiliki saham yang besar di dalam membaca Al-Quran, mentadabburi ayat-ayatnya, serta dalam mengamalkan tuntunannya.
Ketujuh:
المحافظة على الأذكار في الصباح والمساء وبعد الصلوات، وفي الأحوال المختلفة.
Merutinkan pembacaan dzikir di pagi dan sore hari dan dzikir seusai shalat lima waktu.
Kedelapan:
أن يتفقَّد نفسه في المعاملة مع الأهل والأصحاب والأصدقاء والأقارب والجيران، ومع عامة الخلق وخاصتهم.
Memperhatikan dirinya dalam bergaul yang baik dengan rumah tangga, sahabat, teman, keluarga, tetanggga dan kepada seluruh mahluk.
Kesembilan:
صيام ما تيسر من أيام الشهر، وخصوصا الاثنين والخميس والأيام البيض.
Berpuasalah di bulan ini, khususnya dihari Senin dan Kamis, dan juga di Ayyamul Bhidh (13, 14, 15 di bulan Hijriah).
Kesepuluh:
أن يكون له نصيب من الصدقات والتفقُّد للفقراء والمساكين، والإحسان إليهم.
Hendaknya memiliki saham besar dalam bersedekah dan memenuhi hajat orang-orang faqir dan miskin, dan berbuat baik kepada mereka.
Kesebelas:
اغتنام هذه الليالي في العبادة، خصوصا وقت السحر، فينبغي في مثل هذا الشهر أن يكون له حال حسن في المعاملة مع السحر، ليدخل في دائرة من أثنى عليهم الرب الأكبر في القرآن بالاستغفار في الأسحار، قال تعالى ( وبالأسحار هم يستغفرون) وقال سبحانه وتعالى: ( والمنفقين والمستغفرين بالأسحار ) وقال تعالى ( إنهم كانوا قبل ذلك محسنين كانوا قليلا من الليل ما يهجعون وبالأسحار هم يستغفرون ).
Hendaknya mengambil kesempatan emas dimalam malam bulan rajab ini untuk beribadah, khususnya di waktu akhir malam, maka alangkah baiknya jika di bulan ini kita berada di dalam keadaan yang mulia disaat akhir malam.
Di mana Allah berfirman: -(dan di saat sahar (akhir malam) mereka meminta pengampunan)- dan Allah juga berfirman: -(orang yang selalu menginfakkan hartanya dan yang meminta pengampunan di malam hari)-, dan Allah juga berfirman -(Sesungguhnya mereka sebelumnya adalah orang orang yang baik, yang sedikit dari malam-malamnya tertidur dan di malam hari selalu beristgfar meminta pengampunan Allah)-.
نسأل الله أن يوفر حظنا من هذه الليالي وهذا الشهر، وأن يجعلنا من المقبولين المسعودين في الدنيا والآخرة.
Kami memohon kepada Allah untuk memberikan bagian besar dari kemuliaan malam-malam bulan yang mulia ini, dan menjadikan kita dari hamba-hamba yang diterima ibadahnya dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Wallahu A’lam bish Shawab..

Beberapa Tanda Orang yang Diterima Shalatnya

DALAM Hadis Qudsi disebutkan mengenai orang-orang yang diterima salatnya oleh Allah Swt.
Sesungguhnya Aku (Allah SWT) hanya akan menerima salat dari orang yang dengan salatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku. Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulangi maksiat kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita. Aku akan tutup salat orang itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan menyuruh malaikat untuk menjaganya. Dan kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankannya. Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan Firdaus di surga.
Kita lihat yang kedua ini: “Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain.” Jadi, tanda orang yang diterima salatnya ialah tidak takabur.
Takabur, menurut Imam Al-Ghazali, ialah sifat orang yang merasa dirinya lebih besar daripada orang lain. Kemudian ia memandang enteng orang lain itu. Boleh jadi ia bersikap demikian dikarenakan ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak buah, atau kecantikannya.
Kalau Anda merasa besar karena memiliki hal-hal itu dan memandang enteng orang lain, maka Anda sudah takabur. Dan shalat Anda tidak diterima. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Takkan masuk surga seseorang yang dalam hatinya ada rasa takabur walaupun sebesar debu saja.”
Biasanya masyarakat akan menjadi rusak kalau di tengah-tengah masyarakat itu ada orang yang takabur. Kemudian takabur itu ditampakkan untuk memperoleh perlakuan yang istimewa. Dan anehnya, seringkali sifat takabur ini menghinggapi para aktivis masjid atau aktivis kegiatan keagamaan. Mereka biasanya takabur dengan ilmunya dan menganggap dirinya paling benar. (Inilah)
Sumber Islampos

Wednesday, 5 February 2020

Ini Ancaman Pemimpin yang Zalim pada Rakyatnya


Dari  Ma’qil bin Yasir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

Tidaklah seorang hamba yang Allah memberikan kesempatan kepadanya untuk mengatur rakyat (bawahan), tatkala (hari dimana) dia meninggal dunia, sementara ia dalam kondisi berbuat Ghisy kepada rakyatnya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya surga.” (HR Bukhari nomor 6617, versi Fathul Bari nomor 7150 dan Muslim nomor 3509, versi Syarh Muslim nomor 142)

Telah kita sebutkan bahwasanya pemimpin yang adil akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat di padang Masyhar tatkala matahari diturunkan kira-kira 1 mil. Sebaliknya, kalau ada seorang pemimpin yang tidak adil maka dia telah melakukan dosa yang sangat berbahaya.

Kenapa? Karena ketidakadilannya. Karena kezhalimannya. Karena perbuatan ghisy nya berkaitan dengan banyak orang. Berbuat zalim kepada satu orang dengan dua orang berbeda, apa lagi berbuat zalim dengan seribu orang atau bahkan satu juta orang, berbahaya!

Bayangkan! Misalnya ada seorang gubernur mengeluarkan satu peraturan yang ternyata gubernur tersebut zalim dalam peraturannya tersebut. Misalnya gubernur itu membuat aturan demi kemaslahatan dirinya dan peraturan tersebut memberi kemudharatan kepada rakyat banyak, maka betapa banyak dosa yang akan dia tanggung. Betapa banyak orang akan menuntut dia pada hari kiamat dalam persidangan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka, seorang pemimpin (penguasa) hendaknya memikirkan hal ini, terutama kepada saudara-saudara kita yang bekerja di pemerintahan sebagai pegawai negeri.
Telah kita sebutkan bahwa hadis ini mencakup pemimpin yang paling utama (raja), gubernur, kemudian juga pemimpin-pemimpin kecil baik menteri maupun pemimpin-pemimpin lain seperti lurah, kepala bagian yang dia memiliki anak buah, maka dia harus melakukan yang terbaik bagi anak buahnya.

Ingat! Pemimpin itu bukanlah bekerja untuk dirinya, pemimpin adalah wakil yang ditugaskan bekerja untuk kemaslahatan rakyat. Pemimpin bekerja bukan untuk kemaslahatan dirinya tetapi untuk rakyat.
Oleh karenanya Imam Syafi’i berkata, “Kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya seperti kedudukan seorang wali terhadap yatim.”

Kita tahu anak yatim, apabila orang tuanya meninggal dunia maka ada walinya, misalnya Om nya atau kakaknya. Wali tersebut harus mengurus harta anak yatim tersebut dengan baik.
Bagaimana dia mengurus yang terbaik buat anak yatim? Dalam syariat dalam mengurus anak yatim dibolehkan seorang wali makan dari hasil anak yatim itu, namun dia tidak boleh membohongi anak yatim tersebut, misalnya mengambil banyak harta anak yatim tersebut sehingga anak yatim tersebut terlantar.

Apabila ini terjadi maka dia telah melakukan ghisy. Sama seperti pemimpin, pemimpin tatkala bersikap dengan rakyat seakan-akan dia bersikap di hadapan anak yatim. Bagaimana sikap dia?
Dia harus berusaha yang terbaik baik bagi anak yatim (rakyat) tersebut. Apabila seorang pemimpin melakukan amalan demi kemaslahatan dirinya kemudian dia mengorbankan kemaslahatan rakyat, maka dia terancam dengan neraka Jahannam dan akan diharmkan surga baginya.

Oleh karenanya sebagian ulam mengatakan, “Pemimpin yang zalim (pemimpin yang melakukan ghisy, tidak melakukan yang terbaik bagi rakyatnya atau bawahannya) adalah yang berusaha meraih kebahagiaan pribadi dengan mengorbankan kebahagiaan banyak orang.”

Kebahagiaan rakyat dikorbankan. Kebahagiaan masyarakat dia korbankan. Demi untuk kepentingan pribadi (kemaslahatan pribadi). Sebagaimana dalam kaidah, “Balasan sesuai dengan perbuatan.”

Maka pada hari kiamat kelak Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengambil kebahagian dia (pemimpin tersebut) karena selama di dunia dia telah mengambil kebahagiaan masyarakat. Maka Allah akan masukan dia ke dalam neraka Jahannam dan Allah akan haramkan baginya surga.

Ini ancaman yang sangat besar. Oleh karenanya, seorang pemimpin hendaknya benar-benar bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga dia bisa melakukan yang terbaik bagi rakyatnya dan dia akan memperoleh pahala yang sangat banyak.

Menjadi pemimpin yang adil yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat kelak. Dan perlu saya ingatkan kepada para pemimpin atau yang memiliki kedudukan (jabatan) yang memiliki bawahan, bahwa seorang pemimpin harus berusaha melakukan perbaikan (nahi mungkar).

Dan dalam melakukan perbaikan tidak mesti harus terjadi perbaikan secara total. Oleh karenanya para ulama mengatakan bahwa nahi mungkar ada 2 (dua) tingkatan (martabat) yaitu:

1. Tingkatan yang pertama, ini yang terbaik, adalah merubah segala kemungkaran menjadi kebaikan (terjadi perubahan total 100 persen). Ini yang diharapkan, tapi tidak semua orang bisa melakukannya, tidak semua kondisi mendukungnya.

2. Tingkatan yang kedua, mengurangi kemungkaran. Kita mungkin memiliki jabatan dan masuk ke dalam sistem, kemudian sistem itu rusak (misalnya) ada praktek korupsi. Banyak praktek-praktek yang haram sehingga mengorbankan masyarakat dan yang lainnya.

Apabila kita tidak bisa merubah secara total hendaknya kita melakukan perbaikan. Tatkala kita melakukan proses perbaikan, sesungguhnya kita sedang bernahi mungkar dan kitapun dapat pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kenapa? Karena ada perbaikan yang kita usahakan.

Oleh karenanya ini yang bisa dilakukan oleh para pegawai negeri: melakukan sesuai prosedur, melakukan perubahan demi perbaikan. Jangan sampai sebaliknya: menyalahi prosedur, melakukan kecurangan, menerima harta haram, mengorbankan masyarakat, menarik uang sebanyak mungkin dari masyarakat.

Ingat! Apabila dia melakukan seperti ini maka dia akan binasa kelak pada hari kiamat. (Inilah)

Oleh Ustadz Firanda Andirja, MA




Tuesday, 4 February 2020

Masya Allah, Ini Keutamaan Shalat Berjamaah Selama 40 Hari


Syariat Islam mengajarkan banyak cara agar setiap muslim terhindar dari api neraka. Salah satunya melalui shalat yang dilakukan selama 40 hari secara berjamaah.
Keutamaan shalat berjamaah selama 40 hari ini ditujukan bagi orang yang tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652)
Dilansir Rumaysho, terdapat sebuah kisah yang disampaikan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi (salah seorang ulama Syafi’i) bahwa ada seorang yang mencuri 400 unta milik Abu Umamah Al-Bahili, juga 40 hamba sahayanya.
Ia pun sedih lantas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Ini barangkali karena engkau sering luput dari takbiratul ihram bersama imam.” Abu Umamah pun berkata, “Wahai Rasulullah, jadi seperti itukah akibatnya jika luput dari takbiratul ihram bersama imam?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bahkan itu lebih parah dari hilangnya unta sepenuh bumi.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi dalam Al-Qaul At-Taam fii Ahkam Al-Ma’mum wa Al-Imam, hlm. 43).
Hadits di atas punya penguat diriwayatkan dari Ibnu Syahin dalam At-Targhib (1: 157), dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takbiratul pertama yang didapati bersama imam lebih baik dari memiliki 1.000 unta.” Disebutkan pula oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami’ Al-Kabir, no. 10720.
Zhahir hadits menunjukkan syarat untuk terus-menerus selama 40 hari, tanpa diselang dengan absen dari jamaah atau terlambat. Hal tersebut didukung oleh hadits yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu:
مَنْ وَاظَبَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً لا تَفُوْتُهُ رَكْعَةٌ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا بَرَاءَتَيْنِ، بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang menekuni (menjaga dengan teratur) shalat-shalat wajib selama 40 malam, tidak pernah tertinggal satu rakaatpun maka Allah akan mencatat untuknya dua kebebasan; yaitu terbebas dari neraka dan terbebas dari kenifakan.” (HR. Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, no. 2746)
Pada kata “Muwadhabah” bermakna dilakukan berturut-turut dan tidak diselang dengan absen dari berjamaah atau masbuq (terlambat) sehingga tidak mendapatkan takbiratul ihram imam. Menilik hadits tersebut, hanya bagi orang yang telah melaksanakan shalat berjamaah selama 40 hari dan mendapatkan takbiratul ihram imam secara terus menerus.
Melaksanakan shalat berjamaah selama 40 hari, bagi orang-orang yang sibuk bisa jadi terasa berat. Namun dengan tekad yang kuat dan usaha maksimal serta selalu meminta pertolongan Allah, insya Allah hal ini akan sangat mungkin bisa dilakukan.
Wallahu A’lam(Fath)