Laman

Thursday, 21 November 2019

Siapakah yang Pantas Menjadi Imam Shalat Berjamaah?

Menjadi imam shalat jamaah merupakan tugas mulia. Sebab, imam dalam shalat jamaah adalah individu yang memimpin orang banyak dalam menjalankan ibadah paling agung dalam Islam. Apalagi, jika di samping menjadi imam, ia juga memberikan nasihat, pengajaran, dan peringatan kepada jamaahnya. Berapa banyak orang yang tersadarkan dari kesesatannya dan menyesal atas segala kelalaiannya .
Di samping tugas mulia, menjadi imam shalat jamaah juga merupakan tanggung jawab besar. Imam tak hanya mesti memiliki keahlian membaca Alquran dan ilmu tentang shalat. Ia pun dituntut mempunyai sifat dan akhlak sebagai panutan jamaahnya. Karena itu, seharusnya yang menjadi imam shalat jamaah adalah mereka yang berilmu, wara, benar bacaan, dan banyak hafaln surah Alqurannya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Seorang imam adalah penjamin (pelaksanaan shalat) dan muazin adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaganya. Ya Allah tunjukilah para imam dan berilah ampunan untuk para muazin.” (HR Abu Daud, Ahmad, al-Baihaqi, Tirmizi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).

Para ulama menjelaskan, maksud dari penjamin dalam hadis di atas, seorang imam wajib menjaga shalat makmumnya agar tidak batal, menjaga rakaat shalatnya serta tidak buru-buru dalam shalatnya yang merusak rukun shalat. Hal itu juga berarti imam memikul bacaan bagi makmum dalam shalat jahr dan juga memikul beban bacaan al-Fatihah bagi makmum yang masbuk.

Karena itulah Rasulullah menjelaskan siapa yang paling berhak menjadi imam shalat jamaah. Dari Abu Mas’ud al-Anshari ia berkata, Rasulullah  bersabda, “Yang (paling berhak) menjadi imam pada satu kaum adalah yang paling baik dan banyak hafalannya terhadap Alquran. Jika mereka sama di dalam bacaan (hafalan), maka yang paling berilmu terhadap Sunah. Jika mereka sama di dalam Sunah, yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka sama di dalam hijrah, yang paling dahulu masuk Islam (di dalam riwayat lain: yang paling tua umurnya). Seorang laki-laki janganlah menjadi imam di dalam wilayah kekuasaan laki-laki lain, dan janganlah dia duduk di atas permadani/tempat duduk khususnya di dalam rumah orang itu, kecuali dengan izinnya.’’ (HR Muslim).

Seharusnya, para imam menjadikan Rasulullah sebagai teladan. Rasulullah selalu memperhatikan keadaan dan kondisi para jamaahnya dalam memanjangkan atau memendekkan bacaann ketika menjadi imam. Memperhatikan jamaah yang masih kecil dan orang tua, wajahnya selalu dihiasi senyuman, menghormati dan menghargai setiap jamaahnya, selalu memberikan nasihat kebaikan.

Bahkan, Rasul marah kepada imam yang membaca terlalu panjang, sehingga menyebabkan jamaah tidak mau melakukan shalat berjamaah .Seorang imam hakikatnya adalah miniatur kepemimpinan umat di luar shalatnya. Ia harus mampu menunjukkan kualitas kepemimpinannya sehingga para jamaah menghormati, menghargai, dan mencintainya.

Tentu hal itu dapat dicapai jika imam memiliki sifat dan akhlak mulia dan mampu menerapkan nilai-nilai shalat dalam kehidupannya. Tidak sepatutnya seorang imam memaksakan mazhab yang diikutinya jika berada dalam lingkungan bermazhab yang dibenar akidah ahlussunah wal jamaah.

Dari Abu Umamah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka, yaitu budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, istri yang bermalam dalam keadaan suaminya marah terhadapnya, dan seseorang yang mengimami suatu kaum dalam keadaan mereka tidak suka kepadanya.” (HR Tirmizi, Thabrani dan Baihaqi).

Wednesday, 20 November 2019

Imam Dibenci Makmum – Shalatnya tidak Diterima?

Jika ada imam yang dibenci makmum, apakah harus diganti? Imam dibenci karena bacaannya amburadul, tapi dia yang berkuasa di masjid itu.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Disebutkan dalam hadis dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ آذَانَهُمْ : الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ
Ada 3 orang yang shalatnya tidak bisa naik melebihi telinganya: budak yang lari dari tuannya sampai dia kembali, wanita yang menjalani waktu malamnya, sementara suaminya murka kepadanya, dan imam sebuah jamaah, sementara para jamaah membencinya. (HR. Turmudzi 360 dan dihasankan oleh al-Albani)
Selanjutnya, at-Turmudzi menyebutkan keterangan dari salah satu perawi hadis, yaitu Manshur, beliau bertanya kepada gurunya Hilal bin Yisaf,
فَسَأَلْنَا عَنْ أَمْرِ الإِمَامِ فَقِيلَ لَنَا إِنَّمَا عَنَى بِهَذَا أَئِمَّةً ظَلَمَةً فَأَمَّا مَنْ أَقَامَ السُّنَّةَ فَإِنَّمَا الإِثْمُ عَلَى مَنْ كَرِهَه
Kami bertanya mengenai kondisi imam yang shalatnya tidak sah. Jawaban yang kami dengar,
Yang dimaksud oleh hadis adalah para imam yang menyimpang. Adapun imam yang menegakkan sunah, maka dosanya kembali kepada orang yang membencinya. (Jami’ at-Turmudzi)
Apa sebab kebencian ini?
Keterangan Hilal bin Yisaf di atas termasuk salah satu yang menjelaskan itu. Dan dalam Aunul Ma’bud, penulis menukil penjelasan al-Khathabi
وقال الخطابي قلت يشبه أن يكون الوعيد في الرجل ليس من أهل الإمامة فيقتحم فيها ويتغلب عليها حتى يكره الناس إمامته فأما إن كان مستحقا للإمامة فاللوم على من كرهه دونه
Al-Khathabi mengatakan, yang lebih mendekati bahwa ini ancaman ini berlaku untuk orang yang tidak layak jadi imam, namun dia memaksakan diri untuk jadi imam, sehingga banyak orang tidak suka ketika dia jadi imam. Adapun orang yang berhak jadi imam, maka celaan itu kembali kepada orang yang membencinya. (Aunul Ma’bud, 2/213).
Penjelasan lainnya juga disampaikan oleh Syaikhul Islam, ketika beliau menjawab pertanyaan mengenai imam yang dibenci mayoritas makmumnya.
Jawaban Syaikhul Islam,
إنْ كَانُوا يَكْرَهُونَ هَذَا الْإِمَامَ لِأَمْرِ فِي دِينِهِ : مِثْلَ كَذِبِهِ أَوْ ظُلْمِهِ أَوْ جَهْلِهِ أَوْ بِدْعَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، وَيُحِبُّونَ الْآخَرَ لِأَنَّهُ أَصْلَحُ فِي دِينِهِ مِنْهُ : مِثْلَ أَنْ يَكُونَ أَصْدَقَ وَأَعْلَمَ وأدين فَإِنَّهُ يَجِبُ أَنْ يُوَلَّى عَلَيْهِمْ هَذَا الْإِمَامُ الَّذِي يُحِبُّونَهُ وَلَيْسَ لِذَلِكَ الْإِمَامِ الَّذِي يَكْرَهُونَهُ أَنْ يَؤُمَّهُمْ
Jika makmum membenci imam karena kekurangan agamanya, misalnya karena suka berdusta, suka dzalim, atau bodoh masalah agama, atau pelanggaran bid’ahnya atau alasan lainnya, dan mereka lebih menyukai orang lain untuk jadi imam, karena pertimbangan kesempurnaan agamanya, misalnya lebih jujur, lebih berilmu dan lebih sempurna agamanya, maka wajib untuk menunjuk imam yang disenangi makmum. Sementara imam yang dibenci makmum, tidak berhak untuk menjadi imam. (Majmu’ al-Fatawa, 23/373)
Berdasarkan keterangan beberapa ulama di atas, bisa kita simpulkan bahwa posisi imam yang dibenci makmumnya, sehingga menyebabkan shalatnya tidak diterima dikarenakan 2 hal:
[1]. Orang yang tidak berhak jadi imam disebabkan banyak kekurangan agama pada dirinya, namun memaksakan diri untuk jadi imam.
[2]. Orang yang memiliki penyimpangan dalam masalah agama, dan dia berkuasa di masjid itu, sehingga memasakan diri masuk islam.
Karena itu, ketika kita menjumpai imam semacam ini, segera diusulkan ke takmir agar imam ini segera diganti. Jika tidak memungkinkan, boleh cari masjid yang lain.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)