Laman

Monday, 31 July 2017

Laknat bagi Orang yang Memutuskan Tali Silaturahmi

Manusia dituntut untuk saling mempererat tali silaturahmi antara yang satu dengan lainnya, tidak dibenarkan sesama manusia untuk saling bermusuhan dan saling menyakiti. terlebih kita adalah satu nenek moyang yaitu dari Nabi Adam AS.
Dikatakan bahwa seseorang yang telah memutuskan tali silatuhrahmi, maka ia akan dilaknat oleh Allah SWT. seperti Sabda Allah SWT dalam Surat Muhammad ayat 22-23,:
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan d imuka Bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah SWT dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”
Dan, Rasulullah SAW pun juga bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim memanjatkan do’a pada Allah SWT selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi melainkan Allah SWT akan beri padanya tiga hal: [1] Allah SWT akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah SWT akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah SWT akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.”
Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,” Allah SWT nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian”.” (HR. Ahmad)
Silaturahmi merupakan wujud iman kita kepada Allah SWT dan hari akhir. Dan juga dasar tegaknya Islam. Allah SWT menyuruh kita untuk saling mengenal dan berbuat baik dengan sesama ( An-Nisa: 36).
Dengan demikian, akan terwujud rasa kasih sayang yang terjalin dalam jalinan ukhuwah Islamiyah. Nikmatnya ukhuwah Islamiyah akan terasa bila sesama kita juga mengerti akan pentingnya saling membantu dalam kebaikan. Itulah yang kita harapkan. Bahkan semua orang merindukannya.
Berikut merupakan dampak yang ditimbulkan jika Silatuhrahmi diantara sesama manusia telah terputus. Dan hal tersebut akan berpengaruh kepada dunia dan akhirat kelak. diantaranya, :
Pertama
Segala amalnya tidak berguna dan tidak berpahala. Walaupun kita telah beribadah dengan penuh keikhlasan, siang dan malam, tetapi bila kita masih memutus tali silaturahmi dan menyakiti hati orang-orang Islam yang lain, maka amalannya tidak ada artinya di sisi Allah SWT.
Kedua
Amalan salatnya tidak berpahala. Sabda Rasulullah SAW: “Terdapat 5 macam orang yang salatnya tidak berpahala, yaitu: Istri yang dimurkai suami karena menjengkelkannya, budak yang melarikan diri, orang yang mendendam saudaranya melebihi 3 hari, peminum khamar dan imam salat yang tidak disenangi makmumnya.”
Ketiga
Rumahnya tidak dimasuki malaikat rahmat. Sabda Raslullah SAW: “ Sesungguhnya malaikat tidak turun kepada kaum yang didalamnya ada orang yang memutuskan silaturahmi.
Keempat
Orang yang memutuskan tali silaturahmi diharamkan masuk surga. Sabda Rasulullah SAW: “Terdapat 3 orang yang tidak akan masuk surga, yaitu: orang yang suka minum khamar, orang yang memutuskan tali silaturahmi dan orang yang membenarkan perbuatan sihir.
Dengan Demikian, Sangatlah kita harus menjaga tali silatuhrahmi di antara sesama manusia, serta tetaplah menjaga tali persaudaraan kita agar menjadi Hamba Allah SWT yang dicintainya.

Inilah Azab Memutus Silaturahim

IBNU Hajar al-‘Asqani mengisahkan bahwasanya ada seorang laki-laki yang sangat kaya hendak menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat menuju Baitullah, ia menitipkan hartanya sebanyak 1000 dinar kepada seseorang yang di kalangan masyarakat terkenal amanah dan shalih.
Namun, sepulang dari Makkah, orang kaya tersebut mendapatkan kabar bahwa orang yang dititipi telah meninggal dunia. Maka dia menemui ahli waris orang tersebut guna menanyakan harta yang telah ia titipkan. Akan tetapi, para ahli waris tidak ada yang mengetahui perihal harta itu. Lalu, ia menemui salah satu ulama Makkah dan berkonsultasi kepadanya.
Ulama itu memberikan saran,“Nanti malam, saat orang-orang telah terlelap tidur, datanglah ke sumur zam-zam. Arahkan pandanganmu ke sumur itu dan panggillah nama orang yang kamu titipi harta. Jika ia orang baik-baik, ia akan menjawab panggilanmu.”
Kemudian, orang kaya itu menjalankan saran tersebut. Namun, ia tak mendengar suara apapun. Ia kembali menemui ulama Makkah dan menceritakan pengalamannya selama di dekat sumur zam-zam.
“Aku sudah menjalankan saran Anda. Aku berkali-kali memanggil yang kutitipi harta. Namun, aku tak mendengar suaranya sama sekali,” kata orang kaya.
“Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un,” kata ulama Makkah.
“Aku khawatir jika orang yang kamu titipi harta adalah ahli neraka. Sekarang, pergilah ke Yaman. Di sana, ada Sumur Barhut. Dikatakan Barhut karena dianggap sebagai mulut neraka Jahannam. Pergilah ke Sumur tersebut jika malam telah larut,” kata ulama Makkah.
Lalu, orang kaya tersebut bergegas ke Yaman. Kali ini, ia benar-benar mendengar suara orang yang ia titipi harta. Lalu, ia bertanya padanya, “Di manakah kamu menyimpan hartaku?”
“Aku pendam hartamu di rumah seseorang dekat dengan rumahku. Datangilah tempat itu dan ambillah hartamu.”
Karena penasaran, orang kaya tersebut bertanya, “Wahai Tuan, atas saran seorang ulama di Makkah, aku memanggil-manggil namamu di sumur zam-zam, namun aku tidak mendengar suara anda. Lalu, ia menyarankan untuk memanggil nama anda di sumur Bahut ini. Dan Anda merespon panggilanku. Ini pertanda tidak baik, padahal aku mengenal Anda sebagai seorang yang shalih.”
“Benar, semenjak dimakamkam, aku sering mendapat azab, kecuali pada saat ini, guna merespon panggilanmu.”
“Mengapa bisa demikian?” tanya orang kaya.
“Saat hidup di dunia, aku memang rajin beribadah, sehingga orang mengenalku sebagai orang shalih. Namun, ada satu sikapku yang menyebabkan aku menderita di alam kubur. Aku memiliki saudara perempuan yang fakir. Karena gengsi, aku enggan bertemu dengannya. Aku khawatir orang-orang mengolok-olok aku jika mereka tahu aku memiliki saudara yang fakir. Sikapku itulah yang menyebabkan aku mendapat azab di alam kubur.” []
Sumber : Saifudin, Ahmad. 2014. Islam Itu Penuh dengan Cinta: Yogyakarta. Pustaka Almajaya.

Wednesday, 26 July 2017

Masjid Dekat dan Masjid Jauh, Pilih Mana ya?


Sebagaimana diketahui bersama bahwa di antara hikmah disyariatkannya shalat berjamaah adalah untuk mempererat ikatan di antara sesama tetangga dan penduduk satu kampung. Karena dengan shalat jamaah, setiap muslim akan saling mengetahui kondisi sesama mereka, untuk selanjutnya membantu yang perlu dibantu, menjenguk yang sakit, dan mencari tahu kondisi orang yang lemah, sama seperti kesatuan dalam shalat berjamaah.
Semua hal itu, hanya tercapai jika penduduk suatu kampung shalat di satu masjid. Untuk itu, Islam mendorong setiap Muslim untuk shalat berjamaah di masjid terdekat, tidak melewati masjid terdekat untuk shalat di masjid lain, kecuali jika ada kepentingan syar’i.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, ia menuturkan, “Rasulullah SAW bersabda
لِيُصَلِ اَحَدُكُمْ فِيْ مَسْجِدِهِ وَلَا يَتْتَبِــــعِ المــَسَــــــاجِدَ
“Hendaklah salah seorang dari kalian shalat di masjidnya, dan jangan mencari-cari masjid lain.”(HR. Tabrani)
Ibnu Qayyim dalam A’lâmul Muwaqqi’în, (III/160) menjelaskan, “Melewati masjid terdekat dan pergi ke masjid lain menimbulkan dua hal terlarang dalam pandangan Islam:

Pertama, meninggalkan masjid terdekat, karena jika yang ini pergi ke masjid lain, yang itu juga begitu, tentu masjid terdekat akan sepi jamaah, khususnya jika jamaah masjid setempat sedikit jumlahnya. Padahal, memakmurkan masjid, saling membantu dalam ketaatan, dan memberi semangat orang yang malas, semua ini jelas merupakan tujuan-tujuan agung yang bisa merealisasikan firman Allah, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (Al-Mâidah: 2).

Kedua, membuat imam merasa tidak suka, berburuk sangka padanya, dan memperbincangkan harga dirinya karena satu-dua faktor yang membuat orang tersebut tidak mau shalat di masjid terdekat dan lebih memilih masjid lain. Kadang si jamaah juga membuat-buat hal sebagai justifikasi tindakan yang ia lakukan, padahal imam terlepas dari semua itu. Inilah realita yang ada, karena umumnya orang yang meninggalkan masjid terdekat dan lebih memilih masjid lain secara kontinu, biasanya karena ada sesuatu antara dia dengan si imam, bukan karena kepentingan syar’i.
Dijelaskan dalam Al-Mughnî, “Jika shalat di masjid lain membuat hati si imam atau jamaah terluka, maka alangkah lebih baik jika membuat mereka senang dengan shalat bersama mereka. Jika bukan karena alasan tersebut, mana yang lebih baik, apakah menuju masjid yang lebih jauh atau yang lebih dekat?
Ada dua pendapat terkait hal ini, pertama, menuju masjid yang lebih jauh untuk memperbanyak langkah kaki demi mencari pahala sehingga kebaikan-kebaikannya kian banyak. Kedua, menuju masjid yang lebih dekat, karena ia punya banyak tetangga sehingga para tetangga lebih berhak dengan shalatnya, sebagaimana tetangga lebih berhak menerima hadiah dan pemberian tetangganya daripada orang jauh.” (Al-Mughni, III/9)
Fenomena seperti ini sering kali terjadi di bulan Ramadhan, saat orang mencari-cari masjid yang imam tarawihnya bersuara merdu, sehingga membuat masjid-masjid lain ditinggalkan dan sepi jamaah. Ini tentu saja memecah belah jamaah, melemahkan semangat, dan keinginan mereka, di samping mengalihkan kekhusyukan dan menyatunya hati dalam shalat pada suara indah imam-imam yang memiliki suara seperti itu, sehingga menyebabkan orang tidak menyukai shalat di belakang imam yang suaranya tidak bagus.

Dalam Badâ`i’ Al-Fawâ`id, Ibnul Qayyim menukil dari Muhammad bin Bahr, ia menuturkan, “Aku melihat Abu Abdullah di bulan Ramadhan, saat itu Fadhl bin Ziyad Al-Qathathan mengundang Abu Abdullah untuk mengimami shalat Tarawih. Abu Abdullah memiliki suara yang bagus. Akhirnya, sejumlah syaikh dan tetangga berkumpul hingga masjid terisi penuh.
Abu Abdullah datang lalu naik ke tangga masjid dan melihat jamaah. Ia pun bilang, ‘Apa-apaan ini? Kalian meninggalkan masjidmasjid kalian dan sengaja datang kemari.’ Abu Abdullah mengimami mereka beberapa malam saja, lalu tidak meneruskan lagi, karena tidak menyukai masjid-masjid lain kosong.’ Untuk itu, setiap orang mesti shalat di masjid terdekat.” (Badâ`i’ Al-Fawâ`id, Ibnu Qayyim, IV/149)
Namun, jika ada tujuan syar’i, misalkan imam masjid terdekat tidak menyempurnakan shalat, banyak melakukan hal-hal yang membatalkan shalat, atau lemah dalam hafalan Al-Qur’an, dan semacamnya, saat itu tidak masalah untuk shalat di masjid lain, insya Allah. Atau sesekali shalat di masjid lain yang lebih jauh untuk menghadiri pelajaran atau ceramah. Wallahu ‘alam bishshawab!

Disadur dari buku “Ensiklopedi Shalat” karya Abu Abdirrahman Adil bin Sa’ad, penerbit Aqwam, Solo

Tuesday, 18 July 2017

Hukum Qunut Subuh, Ini Penjelasan Lengkap yang Mempersatukan Umat


Seseorang bertanya kepada Ustadz Adi Hidayat tentang hukum qunut Subuh. “Apa hukumnya qunut yang dikerjakan setiap Subuh?”
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa ada hukum dan sikap hukum. Sikap hukum adalah pilihan seseorang untuk menentukan hukum mana yang sesuai. Sedangkan hukum adalah semua turunan hukum yang dipesankan dalam Al Quran dan As Sunnah.
Ustadz Adi Hidayat mencontohkan hukum membaca basmalah dalam shalat, bisa dibaca empat cara. Pertama, jahr. Kedua, sirr. Ketiga, tidak dibaca sama sekali. Keempat, dibaca pada rakaat pertama saja. Sikap hukum terhadap keempat hukum itu adalah memilih salah satu.
Diingatkannya, terhadap sesama muslim yang sikap hukumnya berbeda namun berada dalam kerangka hukum tersebut, seharusnya tidak berselisih dan tidak saling menyalahkan.
Mengenai hukum qunut, dilatarbelakangi oleh datangnya sekelompok orang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mengaku seluruh desanya masuk Islam dan membutuhkan pengajaran dan pendidikan Islam. Maka Rasulullah pun mengutus 70 sahabat hafizh Quran untuk mengajari mereka. Namun, ketika sampai di Bir Ma’unah, para sahabat tersebut dibantai.
Rasulullah marah, kemudian mendoakan kecelakaan atas orang-orang yang telah membunuh para sahabat beliau tersebut. Setiap shalat, beliau mendoakan kecelakaan dan laknat atas mereka bahkan menyebut langsung nama tokoh dan kabilah mereka. Sebagian riwayat menyebutkan beliau berdoa saat ruku’ sebagian riwayat menyebutkan beliau berdoa saat bangkit dari ruku’ (i’tidal).
Lalu turunlah Surat Ali Imran 128-129 yang melarang Rasulullah mendoakan kejelekan tersebut. Sebab Rasulullah berbeda dengan nabi-nabi terdahulu yang umatnya diazab saat menentang dakwah. Rasulullah memiliki umat hingga hari kiamat. Maka beliau kemudian mengganti doa tersebut dengan doa yang baik, yang dalam istilahnya disebut qunut.
Rasulullah mengajarkan doa qunut itu kepada cucu beliau Hasan dan juga beberapa sahabat. Yakni doa “Allahummah dinii fiiman hadait…” dan seterusnya.
Sebagian sahabat mempraktikkan doa itu dalam shalat witir, juga ada yang mempraktikkan doa itu dalam shalat Subuh. Dan itu didiamkan oleh beliau. Juga diriwayatkan Rasulullah pernah membaca doa qunut ini dalam shalat Subuh meskipun sebagian menilai riwayatnya dhaif.
Karena Rasulullah mengajarkan doa yang baik (qunut) dan beliau mendiamkan para sahabat mempraktikkan doa qunut tersebut.
Dari sini para ulama menyimpulkan hukumnya dan terbagi menjadi tiga.

Hukum Qunut Subuh dalam Empat Mazhab

Pertama, Imam Abu Hanifah menyimpulkan bahwa qunut itu tidak ada karena sebelumnya Nabi tidak berdoa qunut dan menghentikannya setelah turun surat Ali Imran ayat 128.
Kedua, Imam Malik dan Imam Syafi’i menyimpulkan, sunnahnya qunut Subuh. Karena Nabi mengajarkan doa qunut dan sebagian sahabat mempraktikkannya. Bedanya, Imam Malik qunut sebelum ruku’ dengan sirr sedangkan Imam Syafi’i qunut setelah bangkit dari ruku’.
Ketiga, Imam Ahmad menyimpulkan, qunut berlaku saat ada masalah besar dan perlu mendoakan, karena Nabi berdoa saat ada masalah besar. Masalah atau peristiwa besar disebut dengan nazilah, maka dikenal dengan qunut nazilah.
Ketiga hukum ini diakui oleh para ulama sejak zaman dulu hingga saat ini. Maka siapapun yang sikap hukumnya mengambil salah satu dari tiga hukum ini, tidak boleh disalahkan dan harus saling menghormati. Sebagaimana Imam Syafi’i ketika berkunjung ke wilayah Imam Abu Hanifah, meskipun saat itu Imam Abu Hanifah telah wafat, beliau tidak qunut. Pun Imam Ahmad saat berkunjung ke Imam Syafi’i beliau qunut meskipun tidak ada peristiwa besar.
Maka, tandas Ustadz Adi Hidayat, makmum harus mengikuti imam. Jika imamnya qunut, makmum harus mengaminkan. Jika imamnya tidak qunut, makmum juga tidak perlu qunut. [Ibnu K/Tarbiyah.net]

Sunday, 16 July 2017

Enam Golongan Manusia Masuk Neraka Tanpa Hisab

SURGA dan neraka diciptakan oleh Allah SWT sebagai motivasi sekaligus peringatan bagi manusia untuk beramal sebaik-baiknya di dunia ini.
Di hari kiamat kelak, semua manusia akan melalui hisab, yaitu perhitungan amal atas dosa dan pahala yang telah dikerjakannya ketika di dunia. Tetapi amat malang, terdapat 6 golongan manusia yang akan dimasukkan ke dalam neraka tanpa hisab di sebabkan dosa besar dan kemungkaran yang mereka lakukan ketika di dunia.
Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah S.A.W bersabda artinya :
“Enam golongan manusia yang akan dimasukkan ke neraka pada hari kiamat sebelum hisab (perhitungan amal) yaitu:
1. Penguasa yang zalim.
Pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat dan diberikan amanah untuk memimpin negara sekiranya ia melakukan kezaliman kepada rakyat dan tidak berlaku adil tidak akan dapat mencium keharuman surga dan dimasukkan kedalam neraka sebelum hisab (perhitungan amal).
Ma’qil Ibnu Yasar r.a berkata
“ Saya mendengar Nabi S.A.W bersabda maksudnya :
“Tidak ada seorang hamba yang Allah serahkan kepadanya untuk memimpin segolongan rakyat lalu ia tidak memelihara rakyatnya itu dengan menuntut dan memimpin mereka kepada kemaslahatan dunia dan akhirat melainkan tiadalah ia mencium bau syurga.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Orang yang fanatik (menyombongkan kebangsaannya)
Islam melarang umatnya mengutamakan kemegahan atau ta’ashsub kepada sesuatu kaum/bangsa dan sifat seperti ini disebut memperjuangkan ashabiyah.
“Seorang lelaki (ayah perempuan yang meriwayatkan hadis) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, adakah dianggap ashabiyah puak orang yang sayang kepada kaum bangsanya?’ Jawab baginda S.A.W : ‘Tidak, tetapi ashabiyah ialah apabila seorang itu menolong bangsanya kepada kezaliman”. (Hadis Riwayat Abu Daud, Ibn Majah dan sebagainya)
3. Pemimpin yang Sombong
Sifat sombong adalah salah satu sifat yang sangat dimurkai oleh Allah SWT. Karena sebenarnya tidak ada yang bisa disombong oleh manusia. Meskipun memilih kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah, itu semua adalah milik Allah SWT. Bila Allah berkehendak, maka semua yang dimiliki tersebut dalam waktu singkat.
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi s.a.w., bahwasanya baginda bersabda yang bermaksud, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan.”
Salah seorang berkata, “Sesungguhnya ada orang yang menyukai baju dan sandal yang bagus.”
Rasulullah S.A.W. bersabda yang bermaksud, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(Hadis Riwayat Muslim)
4. Pedagang atau Ahli Perniagaan yang Curang
Salah satu cara mencari rezeki yang dianjurkan oleh Allah SWT adalah dengan cara perniagaan. Ini merupakan kegiatan ekonomi jual beli yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Islam. Ini karena aktivitas perniagaan menjanjikan hasil laba yang berlipat ganda jika berusaha denga bersungguh-sungguh
Namun, jika perniagaan ini dilakukan dengan penipuan yakni menaikkan harga barang, mengubah ukuran timbangan atapun menimbun barang adalah sesuatu yang dilarang. Tujuan perniagaan jika berujuk pada ajaran agama Islam adalah untuk memperbesar, memperpanjang dan memperluas aktivitas syariat Islam dengan tujuan beribadah serta mengharap ridho dari Allah SWT.
5. Orang Bodoh yang Mempertahankan Kejahilannya
Islam adalah agama yang sangat memuliakan ilmu pengetahuan. Terlebih lagi jika ilmu yang dipelajari tersebut diamalkan dan disebarkan untuk dimanfaatkan oleh orang lain.
Nabi S.A.W. bersabda yang maksudnya, ”Barangsiapa menuntut ilmu berarti menuntut jalan ke syurga”. (Hadis Riwayat Muslim)
6. Ahli Ilmu karena Hasad Dengkinya
Hasad atau dengki diartikan sebagai sifat seseorang yang tidak suka jika melihat orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT. Bahkan, orang ini ingin kenikmatan tersebut hilang dari orang lain. Sifat ini adalah sifat yang miliki oleh Iblis karena ia merasa cukup iri hati kepada Nabi Adam as serta anak cucunya.
Dari Abu Yazid Usamah bin Zaid bin Haritsah r.a yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda yang bermaksud : ‘Seseorang didatangkan pada hari Qiyamat, lalu dilempar ke Neraka. Maka keluarlah isi perutnya. Dengan isi perut yang keluar itu ia berputar-putar seperti himar yang mengitari porosnya. Para penghuni neraka berkumpul di dekatnya, seraya mengatakan, ‘Wahai si Fulan! Apa yang terjadi padamu? Bukankah (dulu) kamu memerentah kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, memang dulu aku memerintahkannya kepada yang makruf, namun aku tidak melaksanakannya dan mencegah dari yang mungkar, namun aku melanggarnya’.”
(Hadis Riwayat Muttafaq Alaih). []
Sumber: .infophoria.com


Wednesday, 5 July 2017

Ketika Sholat 60 Tahun Tak Diterima Satupun oleh Allah

"Sesungguhnya (ada) seseorang yang sholat selama enam puluh tahun, namun tidak ada satu sholat pun yang diterima. Barangkali orang itu menyempurnakan ruku’ tapi tidak menyempurnakan sujud. Atau menyempurnakan sujud, namun tidak menyempurnakan ruku’nya.” (Hadits hasan riwayat al-Ashbahani dalam at-Targhib, lihat ash-Shahihah no. 2535).


Astagfirullah, sungguh mengerikan jika kita rajin melaksanakan sholat, namun tidak memperhatikan rukun-rukunnya dengan baik, dari mulai berwudhu, takbiratul ihram, ruku', sujud, hingga memastikan kekhusyukan dan niat sholat untuk Allah dan bukannya riya', karena ingin dianggap sebagai orang saleh oleh orang lain.

Tak heran jika sholat yang kita lakukan bisa tak bernilai pahala melainkan hanya sepersepuluh sepersembilan, atau paling besar hanya setengahnya saja.

"Sesungguhnya seseorang benar-benar selesai (dari sholat) namun tidak dituliskan (pahala) baginya melainkan hanya sepersepuluh dari sholatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau setengahnya.” (Hadits shohih riwayat Imam Abu Daud)

Padahal, amalan yang paling pertama dihitung kelak di akhirat adalah shalat. Jika shalatnya baik, insya Allah amalan dan ibadah lainnya akan Allah terima, namun jika sholat saja sudah buruk, maka amat mungkin amalan lainnya tidak diperhitungkan, Naudzubillah.

"Sesungguhnya pertama kali yang dihisab (ditanya dan diminta pertanggungjawaban) dari segenap amalan seorang hamba di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik maka beruntunglah ia dan bilamana shalatnya rusak, sungguh kerugian menimpanya.” (HR. Tirmidzi)

Maka, marilah kita senantiasa memperbaiki amalan shalat kita, agar Allah melihat bahwasanya shalat yang kita lakukan tidak hanya sekadar gerakan tanpa jiwa, melainkan juga kita hadirkan hati kita ke hadapanNya.