Laman

Saturday, 27 August 2016

Begini Sifat Seorang Munafik di dalam Shalatnya, Adakah Dalam Diri Saya?

Saudaraku seiman…

Sebagaimana diketahui bahwa kaum munafik diancam oleh Allah dengan mendapat siksa di dalam Neraka Jahannam!


{وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ} [التوبة: 68]
Artinya: “Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” (QS. At Taubah: 68).


Salah satu penyebabnya adalah sikap mereka yang sangat buruk di dalam perihal shalat.

Saudaraku seiman…
Di bawah ini sifat buruk kaum munafik terhadap shalatnya:

1.    Kaum munafik merasa berat dalam mengerjakan shalat.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ » .
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada shalat yang paling berat atas kaum munafik dari shalat Shubuh dan Isya’.” (HR. Bukhari dan Muslim).


2.    Kaum munafik tidak menghadiri shalat berjamaah

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ.
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku telah melihat kami (yaitu para shahabat radhiyallahu ‘anhum), tidak ada yang absen darinya (shalat berjamaah), kecuali seorang munafik yang dikenal kemunafikannya.” HR. Muslim.

عَنْ أَبِى عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمَومَةٍ لَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « لاَ يَشْهَدُهُمَا مُنَافِقٌ ». يَعْنِى صَلاَةَ الصُّبْحِ وَالْعِشَاءِ. قَالَ أَبُو بِشْرٍ يَعْنِى لاَ يُوَاظِبُ عَلَيْهِمَا.
Artinya: “Abu Umair bin Anas meriwayatkan dari pamannya yang mempunyai pershahabatan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, ia meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak menghadiri kedua (shalat shubuh dan isya secara berjamaah)nya seoranvg munafik.” Maksudnya adalah shalat shubuh dan shalat Isya’, berkata Abu Bisyr: maksudnya adalah tidak selalu menghadiri kedua shalat itu.

3.    Kaum munafik mengakhirkan shalat ashar sehingga matahari mau terbenam

4.    Kaum munafik shalatnya terlalu cepat, tidak thuma’ninah seperti burung memakan makanannya

5.    Kaum munafik tidak mengingat Allah di dalam shalatnya kecuali sedikit
عَنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً ».
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itu adalah shalatnya seorang munafik, ia duduk menunggu matahari, sehingga jika matahari tersebut terletak antar dua tanduk setan (mau terbenam), maka ia bangun  (shalat) ia shalat dengan cepat sebanyak empat rakaat, tidak menyebut/mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit sekali.” (HR. Muslim).

6.    Kaum munafik malas ketika mendirikan shalat

7.    Kaum munafik riya’ di dalam shalatnya

{ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء: 142]
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142)

{وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ} [التوبة: 54]
Artinya: “Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. At-Taubah :54).

Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Ahad, 8 Rabiul Awwal 1434H, Dammam KSA.

Sumber : dakwahsunnah

Wednesday, 3 August 2016

Habibie: Masjid Harus Jadi Garda Terdepan Tingkatkan Kualitas SDM


BJ Habibie
BJ Habibie


JAKARTA -- Presiden RI ke-3 BJ Habibie, meminta masjid menjadi garda terdepan dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Sebab, kata dia, tidak ada masyarakat di dunia yang bisa mengandalkan pada Sumber Daya Alam (SDA) terbarukan maupun tidak terbarukan secara terus menerus.

Dia menguatarakan, saat tertentu, harga minyak bisa meningkat tajam. Tapi harga minya juga bisa jatuh secara tiba-tiba. Lalu, harga rempah-rempah bisa berada pada harga tertinggi, tapi bisa juga merosot dalam waktu singkat.

"Yang bisa diandalkan terus-menerus adalah SDM terbarukan," kata Habibie, dalam seminar 'Peran Masjid dalam Membentengi Umat dari Pemikiran Menyimpang', di Universitas Al-Azhar, Jakarta, Kamis (4/8).

Habibie menjelaskan, tahun lalu di Timur Tengah, ada 1,2 juta anak muda berpendidikan pergi ke Eropa. Dari 1,2 juta anak muda itu, 900 ribu pergi ke Jerman. Hal itu menurutnya, Timur Tengah tidak semata-mata mengandalkan SDA, tapi juga mempersiapkan SDM nya agar produktif dan mengembangkan ilmu pengetahuan, berbudaya, beragama.

"Masjid, harus dimanfaatkan untuk mengembangkan SDM. Masjid harus berada di garis terdepan," ujar Habibie.

Ia menjelaskan, produktifitas ditentukan oleh tiga elemen. Masing-masing sinergi positif, elemen budaya dan elemen agama dan ditambah ilmu pengetahuan. Elemen budaya, merupakan elemen yang lebih tua dari agama. Menurut Habibie ini mesti disinergikan dengan elemen agama yang berpegang kepada Alquran dan Sunnah.

Habibie mengatakan masjid harus bisa mendapatkan informasi budaya, agama dan ilmu pengetahuan. Tidak cukup hanya setiap Jumat mendengarkan khutbah, tapi perlu diiringi dengan diskusi-diskusi dan kajian.

"Saya minta kepada khatib, harus yang benar-benar profesional. Memikirkan bagaimana memberikan nilai-nilai Alquran dan Sunnah dari garis persamaan antara ilmu pengetahuan dan agama," katanya.